Nama
penyair Chairil Anwar adalah identik dengan kesusastraan Indonesia. Setiap
orang Indonesia yang telah mengecap pendidikan formal pasti mengenal namanya.
Ini menunjukkan bahwa Chairil Anwar sangat dikenal sebagai sastrawan, khususnya
penyair. Walaupun Chairil Anwar meninggal dalam usia yang relatif muda 27
tahun, tetapi melalui karya-karyanya ia membuktikan kata-kata dalam sajaknya, Sekali
berarti setelah itu mati dan Aku mau hidup seribu tahun tahun lagi.
Chairil
hadir pada situasi peralihan yang penuh gejolak. Sebuah transisi dari situasi
terjajah menuju kemerdekaan. Penolakan terhadap kolonialisme dan pemikiran
dunia yang muncul pada masa Perang Dunia II ikut membentuknya. Surat
Kepercayaan Gelanggang merupakan wujud penolakan Chairil dan teman-temannya
terhadap pengertian kebudayaan nasional sebagai kegiatan melap-lap kemudian
lama yang lapuk. Kebudayaan menurut mereka adalah cara suatu bangsa mengatasi
masalah yang lahir dari situasi zaman dan tepat.
Chairil
Anwar menjadi sangat terkenal karena dua hal. Pertama, ia menulis sajak-sajak
bermutu tinggi dengan jenis sastra yang menyandang suatu ideologi atau
pemikiran besar tertentu seperti perang, revolusi dan sebagainya. Ahli sastra
menyebut sastra jenis ini dengan istilah Sastra Mimbar, yaitu jenis sastra yang
secara tematis sangat erat hubungannya dengan keadaan dan persoalan zaman. Hal
itu dapat berupa tanggapan dari persoalan-persoalan besar di zaman itu.
Beberapa karya Chairil Anwar yang termasuk sastra mimbar adalah Aku,
Perjanjian Dengan Bung Karno, Catatan Tahun 1946
dan Kerawang Bekasi.
Posting Komentar